1. Pengertian
Tentang Mortalitas, Fertilitas, dan Migrasi
A. MORTALITAS
Menurut
PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara
permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Still birth dan
keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian
(naik turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam
faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk
atau indikator bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu
wilayah.
Konsep-konsep
lain yang terkait dengan pengertian mortalitas adalah:
1.
Neo-natal death adalah kematian yang
terjadi pada bayi yang belum berumur satu bulan.
2.
Lahir mati (still birth) atau yang
sering disebut kematian janin (fetal death) adalah kematian sebelum
dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya pada saat dilahurkan tanpa
melihat lamanya dalam kandungan.
3.
Post neo-natal adalah kematian anak
yang berumur antara satu bulan sampai dengan kurang dari satu tahun.
4.
Infant death (kematian bayi) adalah
kematian anak sebelum mencapai umur satu tahun.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Mortalitas
1. Pendidikan
Terdapat
hubungan negatif antara tingkat pendidikan ibu dan kematian anak, tetapi tinggi
rendahnya pendidikan yang dibutuhkan untuk menurunkan mortalitas secara berarti
berbeda-beda dari satu budaya ke budaya lain.
Pendidikan
memberi kepercayaan diri kepada wanita untuk mengambil keputusan atas tanggung
jawab wanita itu sendiri. Dalam hal ini ada 3 faktor yaitu :
a.
Berkurangnya fatalisme dalam
menghadapi kesehatan buruk yang menimpa anak.
b.
Kesanggupan yang lebih besar untuk
menguasai dunia dalam mengetahui adanya fasilitas kesehatan.
c.
Perubahan perimbangan tradisional
dalam hubungan keluarga yang mengalihkan titik berat kekuasaan dari sesepuh
kepada anak.
Analalisis
khusus mengelompokkan ibu-ibu yang bisa baca tulis , serta yang mengikuti
sekolah baik formal maupun non formal terdapat angka kematian yang berbeda.
2. Pendapatan
Pendapatan
sangat penting dalam kaitannya dengan membayar pengeluaran untuk kesehatan
faktor pendapatan atau ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan kondisi rumah saling
berhubungan dalam mempengaruhi kematian bayi/anak.
Apabila
salah satu indikator sosial ekonomi dihubungkan dengan tingkat kematian bayi
dan anak, ternyata terdapat hubungan yang negatif.
3. Kesehatan
Kesehatan
berhubungan negatif terhadap angka kematian bayi, salah satu upaya yang terus
dilakukan adalah pembangunan kesehatan. Indikator yang digunakan untuk
menggambarkan pembangunan dan fasilitas kesehatan adalah rasio tenaga medis dan
para medis, terhadap jumlah penduduk.
4. Faktor Demografi
Yang dipilih
adalah tingkat kelahiran, yaitu tingkat fertilitas total (TFR). Apabila
tertilitasnya rendah maka mortalitasnya juga akan rendah. Hubungan posifit
antara mortalitas bayi dan fertilitas ini timbal balik, keberhasilan menurunkan
salah satu faktor diantaranya akan mengakibatkan penurunan variabel lain.
Cara Mengukur Kematian
1.
Crude Death Rate (CDR)
Tingkat
kematian kasar atau CDR adalah jumlah kematian penduduk tiap 1000 orang dalam
waktu setahun.
Rumus:
CDR=D/Px1.000
Keterangan :
D=jumlah seluruh kematian
P=jumlah penduduk pada pertengahan tahun
1.000=bilangan konstanta
D=jumlah seluruh kematian
P=jumlah penduduk pada pertengahan tahun
1.000=bilangan konstanta
Tingkat
kematian ini dapat digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:
a. >18 Tinggi
b. 14-18 Sedang
c. 9-13 Rendah
2.
Age Spesific Death Rate (ASDR)
Tingkat
kematian menurut kelompok umur tertentu atau ASDR adalah banyaknya kematian
yang terjadi pada penduduk dalam kelompok umur tertentu per 1000 penduduk.
Rumus:
ASDR=Di/Pix1000
Keterangan:
Bi =
banyaknya kematian dalam kelompok umur tertentu selama setahun
Pfi =
banyaknya penduduk dalam kelompok umur tertentu yang sama pada pertengahan
tahun.
1.000=bilangan
konstanta
3.
Infant Mortality Rate (IMR)
Tingkat
kematian bayi adalah banyaknya kematian bayi (sebelum umur satu tahun) yang
terjadi pada kelahiran per 1000 bayi. Merupakan cara pengukuran yang
dipergunakan khusus untuk menentukan tingkat kematian bayi. IMR biasanya
dijadikan indikator dalam pengukuran kesejahteraan penduduk.
Rumus:
IMR=Db/Pbx1.000
Keterangan :
D = jumlah kematian bayi sebelum umur satu tahun
D = jumlah kematian bayi sebelum umur satu tahun
P = jumlah kelahiran hidup dalam
waktu yang sama
Kriteria
penggolongan tingkat kematian bayi:
a. >125 Sangat Tinggi
b. 75-125 Tinggi
c. 35-75 Sedang
d. <35 Rendah
Bila tingkat
kelahiran kasar sama dengan tingkat kematian kasar akan tercapai pertambahan
penduduk sebesar 0 % atau zero population growth. Yang berarti keadaan
kependudukan di daerah tersebut tercapai sebuah keseimbangan.
B. FERTILITAS
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya
dari penduduk (actual reproduction performance). Atau jumlah kelahiran
hidup yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan.
Kelahiran yang dimaksud disini hanya mencakup kelahiran
hidup, jadi bayi yang dilahirkan menunjukan tanda-tanda hidup meskipun hanya
sebentar dan terlepas dari lamanya bayi itu dikandung.
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil
reproduksi yang nyata dari seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata
lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas,
sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan lawan
arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya
berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk
dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live
birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda
kehidupan, seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain
sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh
wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka disebut
dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap
sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau
berpartisipasi dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya
kemampuan ini disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi
dari wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk
bahwa di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada
tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai anak, hanya
sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan
beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika
wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan
pengukuran mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali,
tetapi dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas
ini karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian
hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Seseorang yang
meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut
tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah
melahirkan seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut
menurun.
Ukuran-Ukuran Fertilitas Tahunan
1.
Tingkat Fertilitas Kasar (Crude
Birth Rate)
Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup
pada suatu tahun tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam
ukuran CBR, jumlah kelahiran tidak dikaitkan secara langsung dengan penduduk
wanita, melainkan dengan penduduk secara keseluruhan.
dimana:
CBR = Tingkat Kelahiran Kasar
Pm = Penduduk pertengahan tahun
k = Bilangan konstan
yang biasanya 1.000
B = Jumlah kelahiran pada
tahun tertentu
Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak
memisahkan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan
yang berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar.
Sedangkan kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR adalah perhitungan ini
sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang
dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
2.
Tingkat Fertilitas Umum (General
Fertility Rate)
Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah
kelahiran (lahir hidup) per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) pada
tahun tertentu. Pada tingkat fertilitas kasar masih terlalu kasar karena
membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Tetapi
pada tingkat fertilitas umum ini pada penyebutnya sudah tidak menggunakan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah penduduk wanita pertengahan
tahun umur 15-49 tahun.
3.
Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age
Specific Fertility Rate)
Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat
variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas
wanita pada tiap-tiap kelompok umur. Dengan mengetahui angka-angka ini dapat
pula dilakukan perbandingan fertilitas antar penduduk dari daerah yang berbeda.
ASFRi
= x k
dimana:
ASFRi = Tingkat Fertilitas menurut Umur
Bi = Jumlah kelahiran bayi pada kelompok
umur i
Pfi = Jumlah wanita
kelompok umur i pada pertengahan tahun
k =
Angka konstanta, yaitu 1.000
Berdasarkan dua kondisi di atas
dapatlah disebutkan beberapa masalah (terkait dengan SDM) sebagai berikut :
1. Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban
pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan
ketimbang aspek intelektual.
2. Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin
meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan
korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan penduduknya.
3. Jika ASFR 20-24 terus meningkat maka akan berdampak kepada
investasi SDM yang semakin menurun.
Adapun
kelebihan dari penggunaan ukuran ASFR antara lain :
1. Ukuran lebih cermat dari GFR karena
sudah membagi penduduk yang “exposed to risk” ke dalam berbagai kelompok umur.
2. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan
analisa perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik
wanita.
3. Dengan ASFR dimungkinkan
dilakukannya studi fertilitas menurut kohor.
4. ASFR ini merupakan dasar untuk
perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).
Namun dalam
pengukuran ASFR masih terdapat beberapa kelemahan diantaranya yaitu:
1. Ukuran ini membutuhkan data yang
terperinci yaitu banyaknya kelahiran untuk tiap kelompok umur sedangkan data
tersebut belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang sedang
berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR.
2. Tidak menunjukkan ukuran fertilitas
untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.
4.
Tingkat Fertilitas menurut Urutan
Kelahiran (Birth Order Specific Fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting
untuk mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang
istri menambah kelahiran tergantung pada jumlah anak yang telah dilahirkannya.
Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak
tertentu dan juga umur anak yang masih hidup.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Dan Menentukan Fertilitas
Ada beragam faktor yang mempengaruhi
dan menentukan fertilitas baik yang berupa faktor demografi maupun faktor
non-demografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya adalah struktur umur,
umur perkawinan, lama perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan proporsi
yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat berupa faktor sosial, ekonomi
maupun psikologi.
1. Teori
Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)
Kajian
tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi. Sebelum
disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis
tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan
menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan
(selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis and
Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah mengembangkan berbagai kerangka
teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam
tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility: an analytic
framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis
sosiologis tentang fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi fertilitas melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate
variables).
Menurut
Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi
fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11 variabel antara yang
mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap
proses reproduksi sebagai berikut:
·
Intermediate Variables Of Fertility
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
hubungan kelamin (intercouse variables) adalah
a. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan
kelamin:
1. Umur mulai hubungan kelamin
2. Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah
mengadakan hubungan kelamin
3. Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan
kelamin:
a) Bila kehidupan suami istri cerai
atau pisah
b) Bila kehidupan suami istri nerakhir
karena suami meninggal dunia
b. Faktor-faktor yang mengatur
terjadinya hubungan kelamin
1. Abstinensi sukarela
2. Berpantang karena terpaksa (oleh
impotensi, sakit, pisah sementara)
3. Frekuensi hubungan seksual
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya konsepsi (conception variables):
1. Kesuburan atau kemandulan yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
2. Menggunakan atau tidak menggunakan
metode kontrasepsi:
a)
Menggunakan cara-cara mekanik dan
bahan-bahan kimia
b)
Menggunakan cara-cara lain
3. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan
sebagainya)
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kehamilan dan kelahiran (gestation variables)
1. Mortalitas janin yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
2. Mortalitas janin oleh faktor-faktor
yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap
variabel diatas terdapat pada semua masyarakat.Sebab masing-masing variabel
memiliki pengaruh (nilai) positif dan negatifnya sendiri-sendiri terhadap
fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak dipraktekan maka variabel nomor 11
tersebut bernilai positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas dapat
meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan demikian ketidak-adaan variabel
tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel bernilai negatif atau
positif maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada neraca netto
dari nilai semua variabel.
2. Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut
Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap fertilitas pada
dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat.
Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma yang ada
yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel antara itu
sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya keluarga dan variabel antara
di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di
masyarakat.
Menurut
Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake menjadi variabel
antara yang menghubungkan antara “norma-norma fertilitas” yang sudah mapan
diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia
mengemukakan bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan diterima oleh masyarakat
dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang. Selain itu, norma
sosial dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara umum Freedman mengatakan
bahwa:
“Salah satu prinsip dasar sosiologi
adalah bahwa bila para anggota suatu masyarakat menghadapi suatu masalah umum
yang timbul berkali-kali dan membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka
cenderung menciptakan suatu cara penyelesaian normatif terhadap masalah
tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah
laku dalam suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan
masyarakat mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri
dengan norma tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty)
yang implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh
sepasang suami isteri itu merupakan masalah yang sangat universal dan penting
bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan sosiologis
apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi
masalah ini”
Jadi norma
merupakan “resep” untuk membimbing serangkaian tingkah laku tertentu pada
berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi
tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul “Theories of fertility
decline: a reappraisal” (1979).
Freedman
juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus menurun di
beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-variabel
pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana
dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi
fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf serta berkembangnya
jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut
Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang
penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari
suatu teori sosiologi tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake.
Ia berpendapat bahwa “masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah
normatif”; jika kaum miskin mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal
ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma
pro-natalis daripada kaum kaya.
3. Teori
Ekonomi tentang Fertilitas
Pandangan
bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap fertilitas
bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori ‘transisi
demografis’ yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya
pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu proses
ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai
metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan, senggama terputus
dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak
menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai banyak
anak berarti memikul beban ekonomis dan menghambat peningkatan kesejahteraan
sosial dan material. Bahkan sejak awal pertengahan abad ini, sudah diterima
secara umum bahwa hal inilah yang menyebabkan penurunan fertilitas di Eropa
Barat dan Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak
dasar dari apa yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Menurut
Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
“untuk merumuskan suatu teori yang
menjelaskan faktor-faktor yang menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan
per keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung pada berapa banyak kelahiran
yang dapat bertahan hidup (survive). Tekanan yang utama adalah bahwa cara
bertingkah laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan
perhitungan-perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya.
Dan perhitungan perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan
antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan
kelahiran anak, baik berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan
yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu ‘barang konsumsi’
misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan yang diperoleh
dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu
anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan menambah
pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber
ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya”.
Menurut
Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya (utility)
dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan, dapat
memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta
merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan
pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut.
Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan
biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang
dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan
anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah
kesempatan yang hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang
ibu tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan
selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai
tanggungan keluarga besar (Leibenstein, 1958).
Menurut
Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang tua akan
berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti
biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan
oleh Gary S. Becker dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu “An Economic
Analysis of Fertility”.
Menurut
Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai barang
konsumsi (a consumption good, consumer’s durable) yang memberikan suatu
kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak
merupakan sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi
fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan
selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan
terhadap anak.
Karya Becker
kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya buku A Treatise on
the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut
kemudian membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga (household
economics). Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan oleh Becker kemudian
diikuti pula oleh beberapa ahli lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove,
Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul Economic
growth and population: Perspective of the new home economics6 Nerlove
mengemukakan:
“Ekonomi rumah tangga terdiri dari
empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi kegunaan. Yang dimaksud kegunaan
disini bukanlah dalam arti komoditi fisik melainkan berbagai kepuasan yang
dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi produksi rumah tangga; (c) suatu
lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan sarana untuk merubah
sumber-sumber daya rumah tangga menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah
keterbatasan sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari harta warisan
dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota rumah tangga untuk melakukan
produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar. Waktu yang tersedia dapat
berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini tentunya termasuk juga sumberdaya
manusia (human capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya manusia
dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku
generasi-generasi yang akan datang maupun untuk kepentingan tingkah laku
sendiri”
Dalam
analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak berkurang bila
pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga pelayanan anak berkaitan
dengan pelayanan komoditi lainnya meningkat jika pendapatan meningkat?
New
household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih menyukai
anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit
sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat
maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat
anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
Di dalam
setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai hasil dari
suatu keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility
ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan tidak
langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam
ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang
dalam menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi
dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung
maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan
dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis tentang konsep
demand for children and supply of children. Konsep demand for
children dan supply of children dikemukakan dalam kaitan
menganalisis economic determinan factors dari fertilitas. Bulatao
mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang
dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak,
kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand
for children diukur melalui pertanyaan survey tentang “jumlah keluarga yang
ideal atau diharapkan atau diinginkan”. Pertanyaannya, apakah konsep demand
for children berlaku di negara berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang
dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan
tidak dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka
digunakan konsep latent demand dimana jumlah anak yang dinginkan akan
disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.
Menurut
Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children dalam
kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand
for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya
anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas
masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara lebih
detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara
berkembang merupakan “net supplier “ atau tidak. Sedang supply of children diartikan
sebagai banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika mereka
tidak berpisah/cerai pada suatu batas tertentu. Supply tergantung pada
banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup. Supply of children berkaitan
dengan konsep kelahiran alami (natural fertility).
Menurut
Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima hal
utama, yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum
infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting
time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine
mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent
sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry
into reproductive span)
Analisis
ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A. Easterlin. Menurut
Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar
belakang individu seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe
keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas
yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Easterlin juga mengemukakan
perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping dua determinan
lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai
pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung
pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi
dapat tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas
alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan
sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan
meningkat maka terjadilah perubahan “suplai” anak karena perbaikan gizi,
kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan
permintaan disebabkan oleh perubahan pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu
saat tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan
atau sebaliknya.
Easterlin
berpendapat bahwa bagi negara-negara berpendapatan rendah permintaan mungkin
bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan
biologis terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan “berlebihan”
(excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang
benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak
lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan
kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over
supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C. Caldwell juga
melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi sosiologis.
Tesis
fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam masyarakat
pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi bersifat
rasional dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam
masyarakat, dan dalam arti luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis
dan psikologis.
Teori
Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus kekayaan netto
(net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam pada
regim demografis pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa
“sifat hubungan ekonomi dalam keluarga” menentukan kestabilan atau
ketidak-stabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan pada
dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti)
oleh suatu kelompok keluarga yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari
pada oleh “norma-norma” yang sudah diterima masyarakat. Seperti diamati
oleh Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat tingkat eksploitasi yang besar
oleh suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok atau generasi lainnya,
sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat individu. Selain teori
yang disajikan dalam tulisan ini masih banyak teori lain yang membahas
fertilitas. Namun karena keterbatasan tempat tidak semua teori fertilitas dapat
disajikan dalam tulisan ini.
C. MIGRASI
Migrasi
merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah perpindahan
penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang bersifat
nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional,
dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk permanen
disebut migrasi. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke
tempat lain dengan melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan
untuk menetap.
Jenis-Jenis Migrasi
Migrasi
dapat terjadi di dalam satu negara maupun antarnegara. Berdasarkan hal
tersebut, migrasi dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
1.
Migrasi
Internasional, yaitu
perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lainnya. Migrasi internasional
dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
a. Imigrasi, yaitu masuknya penduduk
dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan menetap. Orang yang melakukan
imigrasi disebut imigran.
b. Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk
dari suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi disebut
emigran.
c. Remigrasi atau repatriasi, yaitu
kembalinya imigran ke negara asalnya
2.
Migrasi
Nasional atau Internal,
yaitu perpindahan penduduk di dalam satu negara. Migrasi nasional /internal
terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :
a. Urbanisasi, yaitu perpindahan dari
desa ke kota dengan tujuan menetap. Terjadinya urbanisasi disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
a)
Ingin mencari pekerjaan, karena di
kota lebih banyak lapangan kerja dan upahnya tinggi.
b)
Ingin melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
c)
Ingin mencari pengalaman di kota.
d)
Ingin lebih banyak mendapatkan
hiburan dan sebagainya.
b. Transmigrasi, yaitu perpindahan
penduduk dari pulau yang padat penduduk ke pulau yang jarang penduduknya di
dalam wilayah republik Indonesia. Transmigrasi pertama kali dilakukan di
Indonesia pada tahun 1905 oleh pemerintah Belanda yang dikenal dengan nama
kolonisasi. Berdasarkan pelaksanaannya, transmigrasi di Indonesia dapat
dibedakan atas :
a)
Transmigrasi Umum, yaitu
transmigrasi yang dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah.
b)
Transmigrasi Khusus, yaitu
transmigrasi yang dilaksanakan degan tujuan tertentu, seperti penduduk yang
terkena bencana alam dan daerah yang terkena pembangunan proyek.
c)
Transmigrasi Spontan (swakarsa),
yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh seseorang atas kemauan dan biaya
sendiri.
d)
Transmigrasi Lokal, yaitu
transmigrasi dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam propinsi atau pulau
yang sama.
c. Ruralisasi, yaitu perpindahan
penduduk dari kota ke desa dengan tujuan menetap. Ruralisasi merupakan
kebalikan dari urbanisasi.
Selain jenis
migrasi yang disebutkan di atas, terdapat jenis migrasi yang disebut evakuasi.
Evakuasi adalah perpindahan penduduk yang yang terjadi karena adanya ancaman
akibat bahaya perang, bencana alam dan sebagainya. Evakuasi dapat bersifat
nasional maupun internasional.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya
Migrasi
Secara umum
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi, adalah sebagai berikut :
1.
Faktor ekonomi, yaitu ingin mencari
kehidupan yang lebih baik di tempat yang baru.
2.
Faktor keselamatan, yaitu ingin menyelamatkan
diri dari bencana alam seperti tanah longsor, gempa bumi, banjir, gunung
meletus dan bencana alam lainnya.
3.
Faktor keamanan, yaitu migrasi yang
terjadi akibat adanya gangguan keamanan seperti peperangan, dan konflik antar
kelompok.
4.
Faktor politik, yaitu migrasi yang
terjadi oleh adanya perbedaan politik di antara warga masyarakat seperti RRC
dan Uni Soviet (Rusia) yang berfaham komunis.
5.
Faktor agama, yaitu migrasi yang
terjadi karena perbedaan agama, misalnya terjadi antara Pakistan dan India
setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris.
6.
Faktor kepentingan pembangunan,
yaitu migrasi yang terjadi karena daerahnya terkena proyek pembangunan seperti
pembangunan bendungan untuk irigasi dan PLTA.
7.
Faktor pendidikan, yaitu migrasi
yang terjadi karena ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
2. Tentang
Pertambahan penduduk di indonesia
Tingkat pertumbuhan populasi Indonesia antara tahun 2000 dan
2010 adalah sekitar 1.49 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi di
propinsi Papua (5.46 persen), sementara pertumbuhan populasi terendah terjadi
di propinsi Jawa Tengah (0.37 persen). Program Keluarga Berencana (KB)
dikoordinasi oleh institusi pemerintah, yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN). Program KB dimulai pada tahun 1968 semasa
pemerintahan presiden Suharto dan sampai saat ini masih diteruskan oleh presiden-presiden
penerusnya. Program ini - yang (sayangnya) tidak bisa diwajibkan - adalah
strategi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena pertumbuhan populasi
yang rendah akan menyebabkan tingkat
PDB per kapita yang lebih tinggi, yang juga akan
meningkatkan pendapatan, tabungan, investasi serta menurunkan tingkat
kemiskinan. Pertumbuhan populasi diperkirakan sebesar sekitar 1.2 persen pada
tahun 2015 berdasarkan data Bank Dunia.
Tingkat
Pertumbuhan Populasi Indonesia (tahunan)
Badan Pusat Statistik (BPS), lembaga statistik pemerintah,
hanya melakukan penelitian menyeluruh pada struktur populasi Indonesia sekali
setiap dekade. Menurut studi terakhir (dirilis pada tahun 2010), Indonesia
memiliki jumlah penduduk 237.6 juta orang. Namun, menurut perkiraan-perkiraan
belakangan ini (dari berbagai lembaga) Indonesia diperkirakan memiliki lebih
dari 260 juta penduduk pada tahun 2017.
Menurut proyeksi yang dilakukan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dengan menilik populasi absolut Indonesia di masa depan,
maka negeri ini akan memiliki penduduk lebih dari 270 juta jiwa pada tahun
2025, lebih dari 285 juta jiwa pada tahun 2035 dan 290 juta jiwa pada tahun
2045. Baru setelah 2050 populasi Indonesia akan berkurang.
Populasi
Indonesia
Menurut proyeksi PBB pada tahun 2050 dua pertiga populasi
Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan. Sejak 40 tahun yang lalu Indonesia
sedang mengalami sebuah proses urbanisasi yang pesat makanya sekarang sedikit
lebih dari setengah jumlah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah
perkotaan. Proses ini menunjukkan perkembangan positif bagi ekenomi Indonesia
karena urbanisasi dan industrialisasi akan membuat tumbuhnya ekonomi lebih maju
dan menjadikan Indonesia negeri dengan tingkat pendapatan menengah ke atas.
Kota-kota terbesar di Indonesia ditemukan di pulau Jawa. Di
sini kita menemukan ibu kota Jakarta yang memiliki lebih dari 10 juta penduduk
menurut sensus resmi terbaru (data dari 2011). Angka yang tidak resmi
kemungkinan besar jauh lebih tinggi. Selain itu, setiap pagi sejumlah besar
pekerja berjalan dari dareah perkotaan satelit menuju Jakarta untuk melakukan
pekerjaan mereka. Pada sore atau malam hari mereka berjalan pulang ke kota-kota
satelit di sekitar Jakarta. Arus harian yang besar ini menyebabkan kemacetan
lalu lintas yang parah di Jakarta.
Setelah Jakarta, kota-kota terbesar di Indonesia adalah
Surabaya (Jawa Timur), Bandung (Jawa Barat), Bekasi (Jawa Barat), dan Medan
(Sumatra Utara).
Resume
Kesimpulan yang penulis berikan
adalah Dengan
jumlah total populasi sekitar 260 juta penduduk, Sisi positifnya Indonesia
adalah negara berpenduduk terpadat nomor empat di dunia. Komposisi etnis di
Indonesia amat bervariasi karena negeri ini memiliki ratusan ragam suku dan
budaya lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh dua suku terbesar.
Walaupun demikian Laju pertumbuhan penduduk harus di imbangin dengan
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di sisi pemerintah. Agar laju pertumbuhan
penduduk tidak menimbulkan masalah sosial masyarakat.
Sumber:
·
Salut
Muhidin.2010. INDONESIA DATA DEMOGRAFI
Tantangan dan Peluang di Menganalisis Kematian Dewasa (Makalah). Australia:
The University of Queensland. (Makalah ini disampaikan kepada Komite Ilmiah
Penduduk Asosiasi Asia (APA) untuk khusus sesi tentang "Kekuatan dan
Kelemahan Data Demografi Asia" (Sesi No 63) pada 2010 Rapat Population
Association of America (PAA), di Dallas-Texas, 15-17 April 2010) Online (Terjemahan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar